Sore kemarin sepulang mengajar, sudah hampir maghrib, saya melihat seorang anak di Pos Satpam sekolah. Dari seragam dan besarnya si anak, saya tahu dia adalah anak SD. Mungkin kelas satu atau dua. Anak ini duduk memeluk lututnya. Sesore ini belum dijemput.
Agak iba, saya menghampirinya dan mengajaknya tersenyum.
“Sayang, belum dijemput ?”. Dia menggeleng lesu. Tatap matanya menceritakan kegalauan. Saya mengajaknya kembali tersenyum. Kemudian mengisi daftar pulang. Si anak terlihat masih memeluk lututnya sendirian. Ternyata sekarang dengan air mata yang hampir jatuh. Waduh, gara-gara saya bertanya nih, gumam saya dalam hati.
Karena merasa bersalah, saya hampiri dia lagi dan berjongkok dengan tatapan sejajar.
“Siapa yang jemput ?”,
“Ayah…”.
“Oooh, tunggu sebentar ya. Ayahmu sedang dalam perjalanan”, saya sedikit melirik satpam yang mengangguk mengiyakan.
“Iya…”, jawab si anak sambil tersenyum. Air matanya yang sempat jatuh dihapusnya dengan punggung tangannya.
Saya menjawil pipinya sedikit, kemudian berlalu pulang.
Fenomena seperti ini hampir setiap hari saya temukan di sekolah full day tempat saya mengajar. Teman-teman guru di sekolah full day lainpun sering bercerita hal yang sama.
Sekolah full day adalah sekolah yang dilaksanakan dari pagi hingga petang. Kalau sekolah islam, biasanya berakhir setelah shalat ashar kurang lebih pukul 16.00. Sekolah dengan sistem ini banyak diminati masyarakat sekarang dengan alasan :
- menghindarkan anak main terus hingga sore, sehingga lebih baik anak pulang sore dari sekolah dan kegiatan mereka terkontrol oleh gurunya
- dengan pulang sore, anak-anak terhindar dari tawuran yang biasanya terjadi pada saat pulang dalam waktu yang bersamaan. Anak-anak full day school akan pulang lebih sore dari sekolah umum biasa
- di rumah tidak ada siapa-siapa karena kedua orang tua bekerja. Alasan inilah yang juga paling sering dikemukakan orang tua.
Orang tua pun harus memahami bahwa sebenarnya anak “agak menderita” jika diposisikan pada contoh kasus “telat dijemput” di atas. Untuk anak selevel SMP atau SMA, biasanya mereka bisa pulang sendiri menggunakan sepeda motor atau naik angkutan umum. Namun untuk anak-anak TK dan SD hal ini tidak lazim dilakukan anak-anak. Faktor kekhawatiran orang tua menjadi penyebab utamanya.
Untuk itu, hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah full day
- sebaiknya percayakan antar jemput pada jemputan sekolah. Hal ini akan menghindarkan anak berangkat lebih pagi dan pulang lebih lambat. Kasus beberapa tahun yang lalu ada seorang anak SD yang sesampainya di sekolah masih dalam kondisi tidur dengan seorang kakaknya yang juga siswa SD. Hal ini terjadi karena mereka berangkat bareng sang ayah yang bekerja di luar daerah, setiap pagi. Contoh siswa pulang telat lainnya adalah ketika sang ayah terjebak macet karena ada demo buruh di Jakarta, sehingga si anakpun harus pulang larut malam.
- fahami, bahwa anak adalah tetap seorang anak yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Dalam kondisi anak terlambat dijemput tentulah dia akan merasa sedih, capek, bosan dan juga kesal sama orang tuanya. Untuk itu, belai kepala si anak dan rentangkan tangan untuk memeluknya walaupun Anda sendiri dalam kondisi penat. Pelukan akan menjadi obat pelepas lelahnya. Kalau Anda lakukan sebaliknya, maka anak Anda akan mengalami depresi.
- Jadikan rumah sebagai tempat anak membahagiakan diri dengan Anda dan saudara-saudaranya yang lain. Walaupun sekolah full day dan aktivitas bekerja Anda padat dan menghabiskan kesempatan untuk bersama, namun pertemuan yang sedikit tetapi berkualitas diharapkan mampu tetap mengikat tali cinta antara anak dan orang tua
- Upayakan hari Sabtu dan Minggu adalah hari untuk keluarga Anda. Ajaklah anak-anak beraktifitas bersama seperti makan di kebun, nonton bareng, atau berenang.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah meninggalkan pesan ..